Berita

Pesan Gus Sholah: Kembalikan Kemandirian NU

KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah)

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Muhyiddin

Pada 15 Januari lalu, kabar itu datang. Pihak keluarga menyampaikan bahwa KH Salahuddin Wahid tengah dirawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Putranya, Irfan Wahid, menyampaikan bahwa sang ayah harus menjalani operasi ablasi untuk mengatasi gangguan irama jantung.

Mengingat kondisi tersebut, saat Republika menyiapkan suplemen Islam Digest dengan tema peringatan Hari Lahir ke-94 Nahdlatul Ulama (NU), ada keraguan bahwa Gus Sholah, panggilan akrabnya, bersedia menyumbangkan pikiran. Alhamdulillah, menjelang tenggat, Gus Sholah bersedia diwawancarai pada 21 Januari.

Dengan Republika, Gus Sholah memang tergolong akrab. Ia tak jarang mengunjungi kantor Republika di Pejaten, Jakarta Selatan, guna berdiskusi dengan redaksi. Soal apa saja. Politik, pendidikan, sosial, keagamaan, dan lainnya.

Saat dihubungi, suara Gus Sholah di ujung telepon seperti biasanya, lemah-lembut. Tutur katanya terukur penuh pertimbangan, disampaikan perlahan dengan bahasa Indonesia yang rapi. Ada sedikit serak pada suaranya, tapi selain itu sukar untuk menebak bahwa ia tengah sakit cukup parah. Gus Sholah juga tak menyinggung bahwa ia menerima telepon itu di rumah sakit.

Cucu pendiri NU KH Hasyim Asy&rsquoari tersebut kemudian menyampaikan pesan-pesan yang dinilainya penting bagi langkah NU menyambut 100 tahun organisasi massa Islam terbesar di Tanah Air itu. Siapa nyana, wawancara itu jugalah yang terakhir dengan Republika. Berikut petikannya.

NU berusia 94 tahun pada tahun ini. Apa harapan Kiai sebagai cucu pendiri untuk jamiyah NU ke depannya?

Jadi, NU itu, menurut saya, mengandung banyak pengertian. Pertama, mengenai ajaran NU. Yang kedua, pengertiannya adalah ulama dan pesantren karena ulama dan pesantrenlah yang mendirikan dan mengembangkan NU. Yang ketiga, NU itu adalah warga warga yang mengikuti ajaran NU atau yang merupakan keturunan orang NU. Nah, yang keempat, baru organisasi.

Jadi, kalau kita ngomong NU, jangan langsung organisasi. Karena, kalau (organisasi) NU mengeklaim warganya 40 persenan (dari total Muslim Indonesia). Itu, menurut saya, yang aktif di NU ndak sampai situ, jauh di bawah itu. Jadi, itu adalah mereka yang ikut paham yang diikuti NU tapi belum tentu aktif dalam kegiatan NU.

Jadi, untuk keorganisasiannya, apa yang harus dilakukan ke depannya?

Kelemahan NU justru di organisasi. Itu yang harus diperbaiki. Harus melepaskan diri dari kegiatan politik praktis. NU harus konsisten pada posisinya di dalam masyarakat sipil. Hanya dengan cara itulah NU bisa bermartabat. Kalau ikut politik praktis, NU mengecilkan dirinya. Apalagi mengidentikkan NU dengan PKB, warga NU yang memilih PKB itu cuma 15 persen.

Kedua, pemimpinnya, ya, harus orang yang punya integritas, orang yang bukan politisi dan tidak berpikir politis. NU berpolitik dalam politik kebangsaan, kenegaraan, atau keumatan. Tidak politik kekuasaan.

Nah, pemimpin NU harus orang yang punya kemampuan berorganisasi karena organisasi NU kurang baik. Jadi, amal usaha NU adalah fokus yang harus ditangani organisasi NU, bukan urusan politik.

Sumber : https://nasional.republika.co.id/berita/q55mff415/pesan-gus-sholah-kembalikan-kemandirian-nu



Lihat semua berita

Video Ceramah/Khutbah Jumat

Lihat semua video ceramah/khutbah Jumat